Ahlussunnah dan Wahabi: Menyingkap Tabir Perbedaan dalam Tradisi Islam


Ahlussunnah dan Wahabi: Menyingkap Tabir Perbedaan dalam Tradisi Islam


Sejarah dan Karakteristik Ahlussunnah:

Ahlussunnah, atau Sunni, memiliki akar yang mengalir dari masa awal Islam. Istilah "Sunni" sendiri berasal dari kata "Sunnah", yang mengacu pada tradisi atau tindakan yang dilakukan atau disetujui oleh Nabi Muhammad SAW. Orang sunni memandang bahwa mereka sebagai pengikut langsung dari Nabi Muhammad dan para sahabatnya.

Setelah wafatnya Nabi Muhammad pada tahun 632 M, terjadi perdebatan suksesi yang menghasilkan kedua kelompok utama dalam Islam: Sunni dan Syiah. Sunni mempercayai bahwa pemimpin Islam harus dipilih dari kalangan sahabat Nabi, sementara Syiah mempercayai bahwa kepemimpinan harus diturunkan secara langsung dari Nabi melalui garis keturunan.

Ahlussunnah tumbuh menjadi mayoritas dalam dunia Islam, menganut paham bahwa hukum Islam dapat dipahami melalui teks suci Al-Qur'an dan Sunnah Nabi, bersama dengan konsensus umat Muslim (ijma) dan analogi (qiyas).


Sejarah dan Karakteristik Wahabi:

Wahabi berasal dari gerakan yang dimulai oleh Muhammad bin Abdul Wahab pada abad ke-18 di wilayah Najd, yang sekarang merupakan bagian dari Arab Saudi. Muhammad bin Abdul Wahab menentang praktik keagamaan yang dianggapnya menyimpang dari ajaran Islam yang murni, seperti praktik berbagai bid'ah (inovasi) dan penghormatan kepada makam atau tempat-tempat suci.

Ia menyerukan kepada umat Islam untuk kembali kepada akar keaslian Islam, dengan menegaskan bahwa keyakinan dan praktik harus didasarkan secara eksklusif pada Al-Qur'an dan Sunnah Nabi Muhammad. Gerakan ini mendapat dukungan dari keluarga Al Saud, yang pada akhirnya membentuk dasar bagi berdirinya Kerajaan Saudi Arabia.

Seiring berjalannya waktu, Wahabi menjadi aliran yang memiliki pengaruh signifikan di Arab Saudi, terutama melalui lembaga-lembaga pendidikan dan dukungan keuangan. Wahabi cenderung mempraktikkan Islam dalam bentuk yang lebih konservatif dan literal, dengan menekankan tata cara ibadah dan menolak inovasi yang dianggap menyimpang dari ajaran asli.


Perbedaan dan Dampak:

Perbedaan antara Ahlussunnah dan Wahabi mencakup pendekatan terhadap teks agama, praktik ibadah, dan pandangan terhadap isu-isu kontemporer. Meskipun keduanya memiliki akar yang berbeda, keduanya memainkan peran penting dalam perkembangan dan pemahaman Islam di dunia modern.

Ahlussunnah cenderung memiliki pendekatan yang lebih fleksibel dan inklusif dalam memahami Islam, sementara Wahabi cenderung mengikuti pendekatan yang lebih kaku dan konservatif. Dampak dari perbedaan ini dapat dirasakan dalam berbagai aspek kehidupan umat Islam, dari praktik ibadah hingga isu-isu sosial dan politik.

Dengan memahami sejarah dan karakteristik masing-masing aliran ini, kita dapat lebih memahami keragaman dalam tradisi Islam dan menghargai kontribusi serta perbedaan yang ada di dalamnya.

Sebagai tambahan, sering kali dikatakan bahwa penganut aliran Wahabi cenderung memiliki kecenderungan untuk mengkafirkan orang-orang yang dianggap menyimpang dari pemahaman mereka tentang ajaran Islam. Ini dapat terjadi dalam konteks penafsiran ajaran-ajaran agama yang ketat dan konservatif, di mana penilaian tentang siapa yang dianggap "muslim yang sesungguhnya" sering kali menjadi subjektif dan kontroversial.

Ya, pandangan yang kaku atau keras terhadap interpretasi agama sering dikaitkan dengan aliran Wahabi. Mereka cenderung memegang teguh pada pemahaman agama yang literal dan menolak penafsiran yang lebih luas atau kontekstual. Ini bisa membuat mereka terlihat sebagai aliran yang kurang fleksibel dalam menanggapi perubahan zaman atau kebutuhan masyarakat modern. Terlebih lagi, sikap ini juga dapat menciptakan ketegangan dengan aliran Islam lainnya yang mungkin memiliki pendekatan yang lebih inklusif atau terbuka terhadap perbedaan. Wallahu A'lam..

Post a Comment

0 Comments
* Please Don't Spam Here. All the Comments are Reviewed by Admin.

Ads Section