Dua Manusia Yang Tak Pernah Mencintai Dengan Sederhana

Kali ini sy ingin bahas soal cinta, Takdir, dan rindu. Dimana tulisan ini bertajuk reaction sekaligus komentar, yang sy beri judul "DUA MANUSIA YG TAK PERNAH MENCINTAI DENGAN SEDERHANA" 😅


Yap.. Mungkin kebanyakan orang sudah tau kisah ini, tp sy tak begitu perduli soal itu intinya sy ingin bahas ini lagi. 🤣


Mari mulai..


Ada satu kisah gila, yang diperankan oleh orang yang gila pula, bernama Qais bin Mulawwih bin Muzahim bin 'Adas bin Rabi'ah bin Ja'dah bin Ka'b bin Rabi'ah. Orang-orang lebih senang menyebutnya "Majnun" yang artinya si gila.


Adapun Layla -demikian nama yang paling riskan disebut dalam kegilaan- bernama lengkap Layla binti Mahdi bin Sa'd bin Ka'b bin Rabi'ah, makhluk paling dirawat pemujaannya oleh "Majnun", yakni seperti yg sy sebut di judul "Manusia yang tak pernah mencintai dengan sederhana".


Kisah ini menjadi kisah cinta purba yang menginspirasi lahirnya cerita-cerita lain yang tak mau kalah dalam mencinta, sebut saja contoh Romeo-Juliet. Bahkan datang dari kisah lokal, seperti kisah berlatar belakang kapal menceritakan lika-liku drama tragis kedua tokohnya yang diberi nama Zainuddin-Hayati. 


Kisah cinta Qais dan Layla ini memang tak pernah berakhir bahagia. Tetapi, bukan disitu uniknya. Pada saat derajat sosial memustahilkan kecintaannya, Qais tak pernah melawan takdir sejak ia berdamai dengan ego dan sejak saat itu pula ia menjadi gila. Ia lebih memilih kesejatian daripada kebersamaan.


Sampe sini kita sudah merasakan bahwa atmosfir pembahasan cerita Qais dan Layla, memang begitu gila. Wkwk..


Sebagian sumber menyatakan bahwa Layla tidaklah secantik dari apa yang diekspresikan Qais. Orang-orang tak pernah mengerti, bahwa Qais tidak pernah memuja wajah. Ia hanya memuja Layla.. Layla.. dan Layla.. bukan wajahnya.. 😊


Layla, bukan tak pernah mengijabah cinta, ia hanya ditumpas oleh keadaan. Mereka sudah bertemu, sudah saling berucap kata-kata sayang. Namun kepalang, ayah Layla tak pernah senang kepada lelaki yang dianggapnya masih ingusan dan tak terpandang. Meski begitu, ibunya pernah mengerti perasaannya, namun seorang ibu kadang tidak memiliki daya bila dihadapkan pada pilihan ayah.


Layla murung, menitihkan air mata, menangis sejadi-jadinya, bahkan ketika tidur sempat juga menggila, nama Qais pun disebut-sebut dalam keadaan mati kecilnya. 


Tidakkah kalian tau bahwa Layla akhirnya menikah dengan orang lain? 


Ya.....

Layla menikah dengan orang lain dan Qais merana.


Tak perlu tau dengan siapakah Layla menikah, yang jelas ini lah tragedi dahsyatnya kisah cinta dua manusia yg tak saling bersama tapi saling bersua.



Salah satu lantunan syair Qais untuk Layla yg begitu terkenal di antaranya:


 بِعْتُ رُوْحِيْ فِيْ حَلَقَةِ العِشْقِ.

وَالْعِشْقُ قُوْتِيْ وَبِدُونِ هَذَا الْقُوتِ فَوَاتِيْ.

فَلَا جَرَى الْقَدَرُ لِيْ بِغَيْرِ الْعِشْقِ.

فَيَا رَبِّ رَوَّنِيْ بِمَائِهِ،

وَأَدِّمْ لِعَيْنِيْ حُلْيَة الْاِكْتِحَالِ بِهِ.

وَيَا رَبِّ زِدْنِيْ مِنْ عِشْقِهَا،

وَإِنْ قَصُرَتْ عُمْرِيْ بِالْعِشْقِ فَزِدْهُ فِيْ عُمْرِهَا.

اَللَّهُمَّ زِدْنِيْ لِلَيْلَى حُبًّا،

وَلَا تَنْسَنِيْ ذِكْرَهَا أَبَداً.


“Aku telah menjual ruhku dalam lingkaran rindu mendemam. 

Isyq (rindu mendemam) adalah makananku, tanpa keadaan itu matilah aku. 

Jangan biarkan aku tanpa rindu-mendemam Layla.

Duhai Tuhan, airi aku denga air bening rindu.

Gelapkanlah mataku karena tidak tidur sebab merindu.

Duhai Tuhan, tambahkan rinduku kepadanya,

jika umurku pendek untuk merindu, tambahkanlah rindu itu pada umurnya.

Duhai Tuhan, deraskan cintaku pada Layla,

jangan biarkan aku melupakan dia selama-lamanya.”


Dalam tulisan ini, kita melihat bagaimana cinta, takdir, dan rindu menjadi pusat perbincangan yang mendalam. Kisah cinta antara Qais dan Layla, yang menjadi tokoh utama dalam narasi ini, menunjukkan betapa kompleksnya dinamika cinta dan takdir dalam kehidupan manusia.


Terlepas dari kegilaan yang mengitarinya, kisah ini menjadi tonggak dalam sejarah cinta purba yang menginspirasi banyak karya sastra dan seni lainnya. Bahkan di tengah kegilaan dan kesedihan, kedua tokoh ini tetap setia pada perasaan mereka, meskipun harus terpisah oleh takdir dan realitas sosial.


Penggambaran Qais yang menjadi "Majnun", atau si gila, adalah simbol dari pengorbanan tanpa pamrih dalam cinta. Meskipun terpisah oleh jarak dan hambatan sosial, Qais memilih untuk tidak melawan takdir, melainkan mengalir bersamanya, meski itu berarti harus menghadapi kegilaan dan penderitaan.


Di sisi lain, Layla juga menjadi gambaran dari sosok yang terjebak dalam keadaan yang tidak diinginkan. Meskipun memiliki perasaan yang sama terhadap Qais, ia terpaksa menikah dengan orang lain karena tekanan sosial dan kehendak keluarganya. Namun, keputusannya ini tidak menghapuskan rasa cintanya terhadap Qais, yang tetap memenuhi pikirannya bahkan setelah pernikahannya.


Melalui syair yang indah dan penuh rindu, Qais menyuarakan kegilaannya yang abadi terhadap Layla, mencerminkan betapa kuatnya ikatan cinta yang tak tergoyahkan. Meskipun akhirnya terpisah oleh waktu dan ruang, namun cinta mereka tetap hidup dalam kenangan yang abadi.


Dengan demikian, kisah ini mengajarkan kepada kita bahwa cinta kadang tidak pernah sederhana, melainkan penuh dengan pengorbanan, kesetiaan, dan penghargaan terhadap takdir. Meskipun tak selalu berakhir bahagia seperti dalam dongeng, kisah cinta seperti ini tetap menginspirasi kita untuk percaya pada kekuatan cinta yang sejati.

Tags

Post a Comment

0 Comments
* Please Don't Spam Here. All the Comments are Reviewed by Admin.

Ads Section